Bismillah,
Dari Sa'id bin Musayyab
Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat
shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata,
"Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu
Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi
sunnah"
[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan
Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal
mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].
Imam al Auza'i
rahimahullah (wafat 157H) berkata : kamu berpegang kepada Salafush Shalih
meskipun orang menolaknya dan jauhkanlah diri kamu dari pendapat meskipun ia
hiasi pendapatnya dengan perkataannya indah.” [Imam al
as-Syariah I/445 no.
dishahihkan oleh al Mukhtashar al-Uluw Dzahaby hal. 138, Siyar Alaam Nubalaa
VII/120
Berangkat dari atsar di atas,
saya termotivasi untuk menerangkan masalah yang akan kita bahas kali ini. Rekan2
fillah, seperti yang sudah biasa kita saksikan dimana-mana, bahwa menjelang
bulan Ramadhan, kuburan dimana2 penuh orang, jalanan disekitar kuburan macet
karena penuhnya orang2 yang berziarah. Juga kita lihat dijaman sekarang, saling
sms untuk saling bermaaf2an. Atau bersilaturahmi diantara mereka. Biasanya
mereka yang melakukan hal2 tersebut diatas, selain karena sudah terbiasa dengan
perkara adat/urf, namun ternyata sebagian diantara mereka mendasarkan
perbuatannya pada hadits Maudhu'/palsu yang terjemahannya seperti ini :
"Ketika
Rasullullah sedang berhotbah pada suatu Sholat Jum'at (dalam bulan Sya'ban),
beliau mengatakan Aamin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah
mengatakan Aamin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Aamin. Tapi para
sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Aamin sampai tiga kali. Ketika
selesai sholat Jum'at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian
beliau menjelaskan: "Ketika aku sedang berhotbah, datanglah Malaikat
Zibril dan berbisik, hai Rasullullah aamin-kan do'a ku ini,"
jawab
Rasullullah Do'a Malaikat Zibril itu adalah sbb: "Ya Allah tolong abaikan
puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak
melakukan hal-hal yang berikut:
1.Tidak
memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2.Tidak
berma'afan terlebih dahulu antara suami istri;
3.Tidak
berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Maka
Rasulullah pun mengatakan Aamin sebanyak 3 kali".
Maka lafazh hadits seperti
tersebut di atas tidak terdapat dalam kitab2 hadits para ulama hadits. Hadits
diatas adalah Maudlu/Palsu, bahkan hadits ini tidak ada asal usulnya.
Para ulama ahli hadits telah mengerahkan segenap kemampuannya untuk meneliti
sanad hadits ini namun tidak ditemukan satupun sanad dalam hadits ini, siapa
yang meriwayatkan, dan di kitab apa ia termaktub. Apa sih hadits tidak ada asal-usulnya,,?
Jawabannya adalah ia merupakan hadits yang tidak jelas siapa yang meriwayatkan
dari satu rawi ke rawi yang lain hingga sampai kepada Rasulullah, hingga
sanadnya bukan hanya cacat akan tetapi tidak jelas, kesimpulannya adalah ia
merupakan perkataan orang yang tidak diketahui siapa yang membuatnya dan kalo
ia disandarkan kepada hadits maka derajatnya lebih rendah dari hadits palsu,
karena sepalsu-palsunya hadits, masih diketahui sanadnya alias siapa yang
membuatnya meskipun yang meriwayatkan adalah seorang kadzdzab ( pendusta besar
). Sebagai contoh perkataan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, perkataan
ini sangat masyhur namun tidak pernah diketahui siapa yang mebuatnya pertama
kali. Memang dari Ramadhan ke Ramadhan masalah ini sering sekali ditanyakan,
dan hadits yang ditanyakan, bisa didapatkan dalam kitab "Sifat Puasa Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ditulis oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly
dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid." Namun setelah diperhatikan dan di
perbandingkan dengan hadits palsu diatas, ternyata redaksi lafazh dan maksudnya
jauh berbeda. Adapun Hadits yang derajatnya Shahih dan semakna dengan riwayat
al-Bazzar juga diriwayatkan oleh ulama ahlus Sunnan yang lain.
Dan untuk lebih jelasnya,
makna hadits shahih tersebut adalah sebagai berikut :
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu juga, (bahwasanya) Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin"
Ditanyakan kepadanya : "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian
mengucapkan Amin, Amin, Amin?" Beliau bersabda. "Sesungguhnya Jibril
'Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati
bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan
Allah jauhkan dia, katakan "Amin", maka akupun mengucapkan
Amin...."
Hadits tersebut di atas
diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi
4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam
Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits dari beberapa orang sahabat,
lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin. [Disalin
dari Sifat Puasa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, hal. 27-28, Pustaka
Al-Haura.] Yang lebih lengkap lagi dari lafadz hadts shahih tersebut
sebagaimana yg termaktub dalam kitab,"Birrul Walidain" oleh Ustadz
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 44-45 terbitan Darul Qalam.
"Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin,
amin, amin". Para sahabat bertanya. "Kenapa engkau berkata 'Amin,
amin, amin, Ya Rasulullah?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad celakalah
seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu
dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi, 'Celakalah
seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni
dosanya oleh Allah ( maksudnya menyia-nyiakan puasanya ) dan katakanlah amin!',
maka aku berkata : 'Amin'. Kemudian
Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi. 'Celakalah seseorang yang mendapatkan
kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru
tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka kukatakan,
'Amin".
[Hadits SHAHIH Riwayat
Bazzar dalam Majma'uz Zawaid 10/1675-166, Hakim 4/153 dishahihkannya dan
disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi dari Ka'ab bin Ujrah,diriwayatkan juga oleh
Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644 (Shahih Al-Adabul Mufrad No. 500 dari
Jabir bin Abdillah)]
Dengan demikian, hadist
shahih diatas tidak ada hubungan dengan keharusan
bermaafan
sebelum puasa Ramadhan. Silakan cermati baik-baik hadits palsu di atas dengan
hadits shahihnya, bagi orang yang berakal pasti menemukan jawabannya.
Syaikh utsaimin pernah
mengatakan: “Memaafkan merupakan ciri utama orang beriman yang sedang menuju
taqwa. Meminta maaf adalah perilaku terbaik seseorang yang pernah bersalah untuk
menuju taubatan nasuha. Meminta maaf dan memaafkan seseorang dapat dilakukan
kapan saja, dan tidak ada tuntunan syari'at harus dikumpulkan dulu dan menunggu
sampai menjelang bulan Ramadhan. Akan tetapi mengambil momen suatu waktu untuk
bermaafan, maka ini diperbolehkan.” Demikian pula jika ini hanya berkenaan
dengan masalah adat semata, tidak dikaitkan keyakinan2 tertentu atau tidak di
maksudkan untuk mengamalkan hadits palsu diatas, maka hal ini dibolehkan.”
karena boleh jadi, itulah
waktu terbaik/tercepat bagi kita sekarang sebelum mati menjemput. Didalam
masalah ini memang kerap terjadi simpang siur dalam memahami duduk persoalan,
karena itu mari kita runut pointnya secara jelas agar tidak ada syubhat dan
fitnah yang terlontar kemana-mana. diantaranya :
1. Meminta maaf itu perkara yg indah dan
baik dalam agama, tidak boleh ada yg mngatakan jelek. disebut baik adalah
karena ia mempunyai dalil. Perhatikan dalilnya:
“Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam
hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh
saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena
jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk
melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka
ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449)
2. Dari dalil
tersebut, jelas pula bahwa permintaan maaf dilakukan terutama bila kita mengetahui
ADA KEZALIMAN yang pernah kita
perbuat. Akan tetapi para ulama juga membolehkan bila kita meminta maaf pada
seorang yang kita kenal karena kuatir ada hal-hal yang membuat dia tersakiti
tapi kita tidak menyadarinya. Ini
berlaku hanya untuk orang yang kita kenal loh!. Sebab adalah perkara yang
kurang waras meminta maaf kepada orang tidak kita kenal (sebagaimana tradisi
diseputar Ramadhandan hari raya ied).
3. Jadi jika
meminta maaf karena ada alasan yang jelas, ini perkara yang ahsan( baik). Lalubagaimana
jika ini diletakkan selalu sebelum maupun sesudah Ramadhan?. Nah! Inipun tetap
ada perinciannya.berikut rinciannya:
3.1 Jika meminta
maaf ini dilakukan berdasar hadist bo'ong2an yang bunyi lafazhnya seperti hadits
palsu di atas, maka inilah KESALAHAN
FATAL yg dimaksud. Sebab, mendasarkan dan mempercayai suatu amal kepada hadist
palsu akan menciptakan syari'at palsu.., lalu apa sebutan Nabi terhadap syariat
palsu? Silahkan dijawab sendiri.
3.2 Jika meminta
maaf karena memang kita baru tersadar akan kesalahan menjelang atau setelah
Ramadhan, maka -meminta maaf- ini tidak mengapa. Bahkan bila kita baru menyadari
dekatnya kematian, momennya kebetulan juga pas Ramadhan, maka tidak mngapa kita
meminta maaf pada orang yang pernah kita zalimi.
3.3 Jika kita
meminta maaf karena ikut-ikutan saja, dan bukan karena mau mengamalkan hadist
maudhu diatas, maka ini menyelisihi prinsip para salaf dimana mereka tidak
beramal dan berkata kecuali dengan ilmu. Padahal berilmu itu adalah sebelum
berkata dan beramal.
3.4 Jika kita
meminta maaf menjelang Ramadhan karena menganggap ini adat, maka ketahuilah;
sesuatu yg mulanya bukan syariat –baik itu adat, ceremony, dsb- tapi jika diikatkan
kepada suatu syariat (di-muqoyyad-kan) maka jadilah ia bagian dari syariat.
Misal ucapan "shadaqallohul adziim" ketika selesai membaca Qur'an. bacaan
"shadaqallohul adziim" ini adalah kalimat yg haq, akan tetapi jika
dianggap menjadi penutup tilawah yang disunnahkan, maka ini adalah tambahan
yang tidak pernah dikenal oleh para salaf. (Itupun kalau dianggap adat, padahal
perlu dibedakan antara adat
dengan syariat, adat itu tidak ada didalamnya
kepercayaan/keyakinan tentang
pahala dan dosa, misal bentuk rumah adat, bentuk masakan adat dsb) Nah! Jadi
intinya dilihat dulu alasan yang melatar belakangi kita meminta maaf, dan yang benar,
adalah kita meminta maaf bukan karena menjelang Ramadhan-nya, tapi karena memang
kita berbuat salah.
Kesimpulannya;
meminta maaf itu dilatar belakangi “kesalahan” bukan dilatar
belakangi “waktu”. Inilah yg diajarkan syariat. Tentunya dengan tulus ikhlas,
tidak hanya sekedar basa-basi, seremonial atau gengsi saja. Marilah gunakan
waktu hidup yang pendek ini dengan sebaik-baiknya. Untuk lebih lengkapnya
silahkan merujuk kepada kitab-kitab yang telah di terjemahkan ke bahasa
Indonesia yg dimaksud diatas.
Demikian, semoga bermanfa'at. kurang
lebihnya mohon ma'af. Wallaahu a'lamu bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jika komentar berbau sara dan provokasi, kami akan menghapusnya