Senin, 29 Juli 2013

AWAS….!!!! SYIAH DI SEKITAR KITA



http://cdn.ar.com/images/stories/2012/03/kill-syiah.jpg

Syi’ah bukan saja secara akidah berbeda dengan Islam sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi mempunyai paradigma yang menyesatkan.
Pengikut Syi’ah memandang Imam itu ma’shum ( terbebas dari dosa ). Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri, karena yang ma’shum hanyalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga memandang bahwa menegakkan kepemimpinan, pemerintahan (imamah) adalah rukun agama. Kalangan Syi’ah menolak hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait. Mereka juga tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman.n

Pengikut Syi’ah menghalalkan nikah mut’ah (kawin kontrak) yang sudah diharamkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Penganut paham Syi’ah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui masyarakat, dan taqiyyah akan digunakan jika mereka merupakan kaum minoritas di lingkungannya. (Al-Kulaini, Al-Kafi fil Ushul, juz II hal 217).n

Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah ( Reinkarnasi ), yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Kiamat di kala Imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.  (Biharul Anwar 8/ 363, dan al-I’tiqadaat lil-Majlisi halaman 100). Keyakinan Raj’ah ini sama seperti keyakinan yahudi dan nashrani bahkan orang-orang musyrik seperti hindu dan budha yang jauh lebih tua dari yahudi dan nashrani.
Aliran Syi’ah ini muncul sejak zaman Ali bin Abi Thalib ra, 37 H.

Lafal Syi’ah ( pendukung ) dikaitkan pada golongan orang-orang yang memihak atau menyokong kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya, dan menetapkan bahwa para khalifah sebelumnya adalah tidak sah.  Ketiga sahabat Nabi yang terdahulu mereka kutuk sebagai perampas kekhalifahan Sayidina Ali, yang demikian itu bertentangan dengan faham Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, tentang Khulafaur Rasyidin.
Sejarah mencatat bahwa biang keladi dari timbulnya golongan Syi’ah seperti yang dikenal sekarang adalah: Abdullah bin Saba’ laknatullah, seorang pendeta Yahudi yang masuk Islam pada tahun 35 H namun tujuannya merusak islam dari dalam.  (Drs. Shodiq SE, Kamus Istilah Agama, CV Sientarama Jakarta, cetakan II, 1988, halaman 324).

Syaikhul islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, pangkal perkataan syiah rafidhah adalah:
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menentukan Ali (mengangkatnya sebagai orang yang berhak menggantikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) dengan ketentuan pasti, dan ia (Ali) adalah imam yang ma’shum (terjaga dari dosa).  Barangsiapa menyelisihinya maka kafir.  Orang-orang Muhajirin dan Anshar telah menyembunyikan ketentuan (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) itu dan kafir terhadap imam yang ma’shum itu, mengikuti hawa nafsu dan mengganti agama, mengubah syari’at, dzhalim, melampaui batas, bahkan mereka (para sahabat itu) telah kafir kecuali sedikit orang, boleh jadi belasan atau lebih.  Kemudian orang Rafidhah/ Syi’ah berkata: Sesungguhnya Abu Bakar, Umar dan semacamnya senantiasa munafik.
Kadang mereka (Syi’ah) berkata: Bahkan mereka (Abu Bakar dan lainnya) beriman lalu kafir alias murtad. subhanallah

Kebanyakan orang Syi’ah mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka, dan menamakan diri mereka sendiri mu’min, siapa yang menyelisihi mereka adalah kafir. (Ibnu Taimiyah, Al-Fatawa, 3/356).
Padahal Allah subhanahu wata’ala saja memuji para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١٠٠)

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang- orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.  Itulah kemenangan yang besar. (QS At-Taubah: 100)

Syekh Muhammad At-Tamimi menjelaskan: Syi’ah -yang benar adalah sebutan Rafidhah (yang ditolak, asli kata itu artinya yang menolak, tetapi maksudnya adalah yang ditolak, pen) karena pengelompokan mereka kepada Ali bin Abi Thalib ra adalah pengelompokan yang ekstrim keterlaluan, ditolak oleh Ali ra. Syekh Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya, Iqtidho’us shirothil mustaqiem mukholafafatu ash-haabil jahiim, halaman 391, berkata: Sesungguhnya Rafidhoh/ Syi’ah adalah kelompok paling dusta dari kalangan ahlil ahwa’ (pengikut hawa nafsu), paling besar kemusyrikannya, maka tidak ada pengikut hawa nafsu yang lebih dusta dibanding mereka, dan tidak ada yang lebih jauh dari Tauhid (melebihi mereka). [1]
Orang Syi’ah yang ghuluw/ ekstrim pimpinan Abdullah bin Saba’ (pendeta Yahudi yang masuk Islam 35 H) sampai menuhankan Ali bin Abi Thalib, mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib ra itu sendiri karena keyakinannya yang menyimpang. (lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 2, halaman 775).  Terdapat tiga sekte utama dalam Syi’ah:

Syi’ah Imamiyah (Itsna ‘Asyariyah) yaitu sekte Imam Dua belas, yang merupakan golongan terbesar dan dijumpai terutama di Irak dan Iran. dan fakta menunjukkan bahwa sekarang syiah imamiyah lah yang ada, termasuk kasus suriah, merekalah biang keladinya yang sampai memakan korban ribuan bahkan jutaan nyawa kaum muslimin baik laki-laki, perempuan, tua, muda, bahkan anak-anak, mereka membantainya dengan sadis. walyadzubillah

Syi’ah Sab’iyah, yaitu sekte Imam Tujuh, yang juga dikenal sebagai Isma’iliyah, karena menuntut Isma’il sebagai Imam ke-tujuh.

Syi’ah Zaidiyah, yaitu sekte Syi’ah kecil, yang lama kelamaan mendekati kaum Sunnah (sekarang hidup di Yaman). [2]

Kini Syi’ah Imamiyah (Itsna ‘Asyariyah) menyebar ke segala penjuru dunia, termasuk Indonesia.  Mereka mempercayai adanya 12 Imam keturunan Ali yang dianggap ma’shum (terjaga dari dosa).  Padahal yang ma’shum itu hanya Nabi.  Perkataan Imam dianggap sama dengan perkataan Nabi.  Syi’ah Imamiyah itu masuk ke Indonesia setelah revolusi Iran 1979. Sampai 1993 pun Jalaluddin Rakhmat di Bandung yang sudah sangat dikenal oleh ulama Syi’ah seperti Syaikh Taskhiri di Iran,namun Jalal masih mengaku SUSI, Sunnah - Syi’ah.

Belakangan, tahun 2000 kala Gus Dur jadi presiden barulah didirikan apa yang mereka sebut Ijabi (Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia) dengan alasan mumpung presidennya Gus Dur.  Sedang penyiaran kesyi’ahannya dibungkus-bungkus lewat jalur tasawuf, baik lewat buku karangan, pendidikan, maupun pengajian. Di antaranya Jalaluddin merangkul anak bekas wakil Presiden di masa lalu untuk mengembangkan Syi’ah lewat tasawuf.

Orang-orang seperti Alwi Shihab, Quraish Shihab, Haidar Bagir dan semacamnya merupakan jalur yang sering orang sebut sebagai dekat dengan Syi’ah, hingga Quraish Shihab yang punya rubrik tanya jawab Agama Islam di koran Republika waktu lalu mengambil kesempatan untuk mengemukakan bahwa Sunni dengan Syi’ah hanya beda masalah politik.  Modal taqiyyah (menyembunyikan keyakinan yang asli) rupanya diamalkan pula olehnya, sambil mengeliminir masalah.

Di samping itu Syi’ah punya “modal” nikah mut’ah yang konon salah satu hal yang menarik bagi para pengumbar syahwat, di antara mereka kalangan muda dan mahasiswa.  Entah pula yang lainnya.  Karena sikap ghuluw (ekstrimnya) hingga menuhankan Imam mereka dan keekstriman-keekstriman lainnya, maka Imam Ibnu Taimiyyah menyebut orang Syi’ah atau Rafidhah itu sebagai pengikut hawa nafsu (ahlul ahwa’) yang paling sesat, dan paling jauh dari Tauhid.

Gerakan Syi’ah di Indonesia sudah sedemikian pesat, bukan saja karena kegigihan para misionarisnya, tetapi juga karena ketidak-tegasan pemerintah dan MUI, serta masih banyaknya umat Islam awam yang tidak kritis serta mudah terpesona oleh tampilan luar para penjaja aliran sesat ini. Lembaga misionaris Syi’ah menggunakan berbagai macam nama antara lain Ahlul Bait, Muthahhari, Muntazar, Mulla Shadra, Madinatul Ilmi, Babul Ilmi, dan sebagainya. Belakangan ada kelompok IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia), ABI (Ahlul Bait Indonesia), dan ada juga apa yang disebut Muhsin. IJABI dan Muhsin dikhabarkan mengedarkan undangan peringatan Maulid Nabi, Februari 2012 di Jakarta dengan yang tercantum sebagai pembicara adalah Said Aqil Siradj dan Din Syamsuddin, masing-masing dikenal sebagai ketua umum NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. Padahal di Indonesia sedang ramai dan memanas suasananya akibat peristiwa Syiah di Sampang yang menyebarkan 22 kesesatan hingga terjadi bentrok 29 Desember 2011. Kemudian MUI Sampang memfatwakan Syi’ah itu sesat. Demikian pula MUI Jawa Timur memfatwakan, syiah itu sesat. Dan kemudian mereka mendesak MUI Pusat dengan hadir ke kantor MUI Pusat untuk memfatwakan syiah itu sesat.

Paham Syi’ah yang paling ekstrem adalah mengkafirkan para Sahabat (kecuali ‘Ali bin Abi Thalib ra). Ada juga yang dalam bentuk lain, cenderung kepada penganut Syi’ah yang lebih lunak, namun umumnya mereka mengkombinasikan ajarannya dengan tarekat atau tasawuf yang kalau dikaji banyak hal yang belum tentu sesuai dengan Islam.

Fakta di lapangan ditemukan, ada sejumlah yang berpaham Syi’ah ekstrem, tidak saja mengkafirkan Khulafa ur Rasyidin (minus ‘Ali ra), tetapi mengajarkan kepada muridnya untuk mengutuk Ummul Mukminin ‘Aisyah ra karena itu menurut kepercayaan sesat mereka merupakan ibadah.

Majalah Sabili memberitakan, aliran Syi’ah yang mengkafirkan sebagian sahabat Nabi ini terus bergeliat. Di Jawa Timur, gerakan Syi’ah cukup berkembang pesat. Mereka tergabung dalam IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia). IJABI telah mendapatkan pengikut yang cukup banyak. Komunitas mereka tersebar di beberapa wilayah seperti Surabaya, Bangil, dan Malang.

Di Bangil, mereka memiliki pesantren sendiri yang diberi nama YAPI (Yayasan Pesantren Islam) al-Ma’hadul Islami. Pesantren YAPI memiliki dua kampus, untuk putra dan putri. Jenjang pendidikan SMP-SMA dengan metode boarding school atau pondokan. Segala macam ilmu Islam dipelajari di sini, terutama yang berhubungan dengan Syi’ah.

Di Surabaya, selain aktif menyelenggarakan kajian di rumah-rumah, dakwah IJABI juga merambah dunia perguruan tinggi. Seolah ingin melanjutkan kesuksesan lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah di Malang dan Bangil, mereka masuk ke kampus-kampus. Unair salah satunya.
Sekitar tahun 2000, IJABI mulai masuk Unair. Tidak sulit memang bagi Syi’ah masuk dunia perguruan tinggi, karena kebanyakan mereka dari kalangan akademisi dan intelektual. Di Unair pula IJABI mendirikan IIC (IJABI Intelektual Community), yang diketuai oleh Hery Abdillah. (Sabili, 3 Muharram 1429 H, halaman 24).

Di Medan didirikan markas Syi’ah pula beberapa tahun lalu, diketuai mahasiswa dari IAIN Medan. Peresmian markas aliran sesat itu, menurut seorang anggota MUI Medan, dengan menghadirkan petinggi Syi’ah dari Iran.

Geliat aliran sesat Syi’ah juga merebak di Samarinda. Setelah mereka tampak sukses menghadirkan Quraish Shihab dari Jakarta maka acara di hotel diselenggarakan pada periode berikutnya dengan menghadirkan tokoh Syi’ah dari luar negeri. Ketika seorang ustadz mengkhutbahkan bahwa Syi’ah itu sesat, sebagian umat Islam masih belum faham. Padahal Syi’ah itu sampai berkeyakinan bada’, yaitu Allah dianggap punya sifat tidak tahu apa yang akan terjadi. Itu jelas sesat. Berbagai kesesatan ada pada Syi’ah, sehingga aliran itu sangat banyak jumlahnya, sebagian benar-benar sudah keluar dari Islam, bahkan dihukum bakar oleh Khalifah Ali ra karena menganggap dalam diri Ali  ada ketuhanannya. Makanya Imam Ibnu Taimiyah menyebut, Syi’ah itu aliran yang sangat jauh sesatnya, sangat jauh dari Tauhid. Hingga Imam Ibnu Taimiyah menulis kitab 8 jilid, Minhajus Sunnah, untuk membeberkan betapa jauhnya kesesatan Syi’ah.

Catatan Kaki:
1. (Muhammad At-Tamimi, Fatawa Muhimmah, juz 1 halaman 145).
2. (H. Endang Saifuddin Anshari, MA, Wawasan Islam, Rajawali, Jakarta, cetakan I, 1986, halaman 80).
Shodiq Ramadhan | Selasa, 31 Januari 2012 | 05:55:23 WIB/ suara-islam.com



Beberapa Kekeliruan Aqidah Syi’ah


A. Syirik Terhadap Allah
Disebut oleh Muhammad bin Ya’kub al-Kulaini dalam kitab Ushul Kafi, (khususnya pada bab yang berjudul Bumi seluruhnya adalah milik Imam): Dari Abi Abdullah as berpesan; sesungguhnya dunia dan akhirat adalah kepunyaan Imam, diberikannya kepada yang dikehendakinya dan ditolaknya bagi yang tak diingininya. Ini kekuasaan yang diberikan oleh Allah kepada Imam. [1] Kitab Ushul Kafi. hal. 259 oleh Kulaini. cet. India.
Jelas sekali bagi kita kaum Muslimin untuk mengambil kesimpulan bahwa ajaran mereka tidak benar. Allah azza wajalla mengatakan dalam al-Quran, surat al-A’raf:
إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya bumi adalah kepunyaan Allah, diwariskan kepada orang yang dikehendaki-Nya”. (QS Al-A’raf: 128)
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah?(Al-Baqarah: 107).
فَلِلَّهِ الْآخِرَةُ وَالْأُولَى(25)
“Bagi Allah kesemuanya, akhirat dan dunia,” (an-Najm:  25).

لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Dialah yang memiliki langit dan bumi”. (al-Hadid: 2).
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(1)
“Maha Suci Allah yang di tangan-Nya semua kekuasaan, dan Dia berkuasa atas segalanya”. (al-Mulk: 1).
Kitab-kitab Syiah menulis, bahwa Ali mengatakan, “Sayalah yang pertama dan sayalah yang terakhir,saya yang dhahir dan saya yang batin serta sayalah pewaris bumi .” [2] Kitab Rijal Kashi, hal. 138
Kepercayaan seperti ini jelas salah. Ali bin Abi Thalib tidak pernah mengatakan demikian. Ini jelas dibuat-buat oleh orang Syiah. Ali bin Abi Thalib akan mengatakan apa yang dikatakan Allah dalam al-Quran:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ
 “Dialah yang Pertama dan Terakhir, Yang Dhahir dan yang Bathin”. (al-Hadid: 3).

وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah yang mewariskan langit dan bumi”. (al-Hadid: 10).
Menuruf tafsiran ulama Syiah yang terkenal, Maqbul Ahmad dalam penafsiran ayat surat az-Zumar:  ayat 69:
وَأَشْرَقَتِ الْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ(69)
Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.
Jakfar as-Shadiq mengatakan: Yang punya bumi adalah Imam, maka apabila Imam keluar kepadamu cukuplah akan menjadi cahaya (nur). Manusia tidak akan memerlukan matahari dan bulan. [3] Tarjumah Maqbul Ahmad. (bahasa Urdu) hal. 339. Diterjemahkan secara harfiyah
Cobalah bayangkan ajaran Syiah yang mengatakan Imam sebagai Tuhan dan makna kalimat:
بِنُورِ رَبِّهَا
yang bermaknakan bahwa Imam adalah Tuhan yang memiliki bumi.
 Demikian pula pemutarbalikkan mereka tentang tafsiran ayat az-Zumar dalam al-Quran:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ(65)
بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ(66)
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.  (QS Az-Zumar: 65).
Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.  (QS Az-Zumar: 66).
Diriwayatkan dari Jakfar ash-Shadiq dalam kitab Kafi bahwa pengertian syirik, adalah syirik terhadap kekuasaan Ali. Siapa yang syirik kepada Ali akan hapus segala amalannya.
Disebutkan dalam menafsirkan:
بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ(66)
Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yangbersyukur”.  (QS Az-Zumar: 66).
Sembahlah Nabi dengan taat dan berterima kasihlah kepada saudara dan anak pamanmu itu yang telah menguatkan segala ototmu. [4]  Tarjumah Maqbul Ahmad. hal. 932.
Perhatikanlah, bagaimana orang-orang Syiah mengada-adakan sesuatu tentang Jakfar as-Shadiq dalam menafsirkan ayat-ayat Tauhid yang seharusnya memperhambakan diri kepada Allah semata, diputarbalikkan menjadi pemahaman yang syirik terhadap Allah.
Lihatlah bagaimana mereka menafsirkan firman Allah dalam al-Qur’an:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ(56)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS Adz-Dzariyat: 56).
Jakfar ash-Shadiq menafsirkan dari Husein ra, bahwa dijadikan Jin dan Manusia untuk dikenal dan apabila mereka telah kenal dan tahu, itulah ibadat. Waktu ditanyakan apa maksud “kenal”? Dijawab: agar setiap manusia mengenal Imam di zamannya.” [5] Tarjumah Maqbul Ahmad. hal. 1043.
Disebut oleh Kulaini dalam kitab Ushul Kafi, bahwa Imam Muhammad al-Baqir pernah menyampaikan: Kamilah wajah Allah, kamilah mata Allah di alam makhluk-Nya. Dan kami tangan-tangan Allah yang membawa rahmat bagi hamba-Nya. [6] Ushul Kafi, hal. 83.
Dalam kesempatan lain dikatakan: Kamilah lidah Tuhan, kamilah muka Tuhan dan kamilah mata dari Tuhan di alam ini. [7] Ushul Kafi, hal. 84
Dari  Abdillah as, Jakfar ash-Shadiq mengatakan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib pernah menyebut bahwa dia adalah wakil Allah yang menentukan surga dan neraka. Dia mendapatkan sesuatu yang tidak pernah didapat oleh orang sebelumnya, tahu yang baik dan yang tidak baik, tahu bangsa dan keturunan, dan memahami segala sesuatu dengan terperinci baik yang terdahulu maupun yang gaib. [8] Ushul Kafi, hal. 117.
Demikianlah mereka, kaum Syiah, menetapkan sifat ketuhanan (uluhiyah) bagi Ali.
Maqbul Ahmad, ahli tafsir Syiah menafsirkan ayat:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ
 Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (QS Al-Qashash: 88).
Jakfar as-Shadiq mengatakan: Kamilah wajhullah. Mereka menetapkan Imam sebagai sesuatu yang kekal. Maha Suci Allah, dari segenap penafsiran mereka.
Kulaini menyebutkan bahwa: Para Imam mengetahui yang telah berlalu dan yang akan terjadi, Imam tahu segala yang gaib. Diriwayatkan dari Abi Abdillah Jakfar as-Shadiq bahwa dia mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi, mengetahui apa yang di surga dan apa yang di neraka, mengetahui apa yang telah lalu dan apa yang akan terjadi. [9] Ushul Kafi, hal. 160.
Demikian pula disebut dalam kitab Ushul Kafi; mereka menghalalkan apa yang mereka ingini dan mengharamkan sesuatu menurut kemauannya. Keinginan Para Imam adalah keinginan Allah. [10] Ushul Kafi. hal. 278.
Padahal Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ
“Wahai Nabi, kenapa engkau menghararnkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah kepadamu?” )At-Tahrim: 1).
Kalau kepada Nabi Muhammad saja Allah menegur mengapa Nabi mengharamkan apa yang halal, bagaimana kalau perbuatan itu diperbuat oleh orang yang bukan Nabi.
Kulaini juga mengatakan: Para Imam tahu kapan akan datang ajalnya, dan mereka mati atas kehendak Imam sendiri. Abi Abdillah Jakfar mengatakan, apabila Imam tidak tahu apa yang akan menimpanya dan ke mana dia akan pergi, tidaklah berhak menjadi Imam.” [11] Ushul Kafi, hal. 158.
Allah subhanahu wa ta’ala.berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah (Muhammad). Tidak ada yang mengetahui langit dan bumi serta yang gaib kecuali Allah”.  (QS An-Naml: 65)
Dalam ayat lain dikatakan:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
“Allah-lah yang memiliki kunci-kunci yang gaib, tidak seorang pun yang tahu kecuali Dia ( Allah )”.  (QS Al-An‘aam: 59).
Orang Syiah mempersyarikatkan Imam-imam mereka mengetahui yang gaib bersama Allah.Disebutkan pula oleh Kulaini bahwa, apa yang disembunyikan kepada Imam akan diketahuinya semua apabila kita tanyakan. [12] Kitab Ushul Kafi. hal. 193.
Selanjutnya dikatakan dalam kitab Ushul Kafi, buku pegangan Syiah yang ditulis oleh Muhammad bin Ya’kub Kulaini bahwa Para Imam mengetahui segala ilmu yang diketahui oleh Para Malaikat, Nabi-nabi dan Rasul-rasul. Abi Abdillah Jakfar as-Shidiq mengatakan bahwa Allah mempunyai dua macam ilmu: Ilmu yang diajarkan kepada para Malaikat, Nabi dan Rasul yang kesemuanya sudah kami ketahui. Dan ilmu yang akan dimulai oleh Allah (bada-a) terlebih dahulu diajarkannya kepada Para Imam Syiah.

Demikianlah mereka mendakwakan lebih tahu dari para Malaikat, Nabi dan Rasul. Dan mengetahui apa yang diketahui oleh Allah subhanahu wata’ala. Sungguh satu kebohongan besar serta satu kekufuran.
Kitab Ushul Kafi dan lainnya berupa buku pegangan Syiah penuh dengan ungkapan-ungkapan dan cerita seperti di atas, kami di sini hanya menyebut beberapa contoh belaka atas kebohongan akidah Syiah.
Dalam bahasa Urdu banyak sekali nyanyian yang kesemuanya menunjukkan kesyirikan ajaran Syiah dan pemujaan yang berlebihan terhadap para Imam mereka. Bahkan disebutkan bahwa para Nabi dan Rasul di saat menghadapi kesusahan meminta bantuan dan pertolongan kepada Ali bin Abi Thalib, Nabi Nuh di waktu topan meminta bantuan kepada Ali, Nabi Ibrahim, Luth, Hud dan Syits kesernuanya pernah meminta tolong kepada Ali dan Ali membantu mereka. Ali mempunyai mukjizat yang luar biasa dan sanggup melakukan apa saja. Allahu akbar, sungguh kebohongan yang besar atas nama Ali bin abi thalib Rhadiyallahu anhu
Apakah orang yang mempunyai kepercayaan seperti ini masih pantas kita sebut sebagai orang Muslim? Allah berfirman:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ(62)
“Allah-lah yang menjadikan segala sesuatu, dan Dia pula yang Berkuasa”.  (QS Az-Zumar: 62).
Dan firman Allah:
وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
“Tidak ada satu pun yang bersyarikat dalam kekuasaan Tuhan”.  (QS Al-Kahfi: 26).
Firman Allah:
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
“Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup dan Berdiri, tidak pernah mengantuk ataupun tidur. Kepunyaan-Nya-lah segala apa yang di langit dan di bumi.” (Qs Al-Baqarah: 255).
Firman Allah:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ(65)
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan ( Allah ), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.  (QS Az-Zumar: 65).
Firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni orang yang musyrik dan akan memberi ampunan kepada selain dari musyrik daripada orang yang Dia ingini”. (QS An-Nisaa’: 48).
Firman Allah:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Siapa yang musyrik kepada Allah, tidak akan mendapat (dihararnkan) surga dan mereka akan menemui apineraka”. (QS Al-Maaidah: 72).
Firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ(5)
“Tidak satu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di langit maupun di bumi”.  (QS Ali ‘Imran: 5).
Inilah ayat-ayat yang secara tegas-tegas menyatakan bahwa sesungguhnya Allah sendiri yang menjadikan segala sesuatu. Dialah yang mengatur langit dan bumi, Dialah Yang Berkuasa serta Mengetahui segala sesuatu.
Orang-orang Syiah menetapkan sifat-sifat Tuhan bagi Imam-imam mereka, apakah ini tidak dinamakan syirik? Sungguh suatu syirik besar dan orang-orang yang mempercayai paham Syiah ini adalah musyrik yang nyata.

Asal-usul Syi’ah
Syi’ah secara etimologi bahasa berarti pengikut, pendukung dan golongan. Sedangkan dalam istilah Syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari Yaman. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, lalu Abdullah bin Saba’ mengintrodusir ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca: imamah) sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena suatu nash (teks) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke Madain.
Aliran Syi’ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang pada abad ke-2 Hijriyah dan abad-abad berikutnya sampai detik ini.

Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah pada Periode Pertama :
  1. Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
  2. Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
  3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lain-lain.
  4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
  5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena keyakinan tersebut.
  6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut.
  7. Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.(lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237).
  8. Pada abad ke-2 Hijriyah, perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.
Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah Secara Umum :

1. Pada Rukun Iman :
Syi’ah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Kitab Allah, Rasul dan Qadha dan Qadar, yaitu :
1. Tauhid (keesaan Allah),
2. Al-’Adl (keadilan Allah)
3. Nubuwwah (kenabian),
4. Imamah (kepemimpinan Imam),
5. Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan).
(Lihat ‘Aqa’idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll).

2. Pada Rukum Islam :
Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu :
1.Shalat,
2.Zakat,
3.Puasa,
4.Haji,
5.Wilayah (perwalian) (lihat Al-Kafie juz II hal 18)

3. Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah,
ditambahi atau dikurangi dari yang seharusnya, seperti :
وَ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنا عَلى عَبْدِنا فِي عَلِيٍّ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ (الكافي ج 1 ص 417.)
“wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina FII ‘ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mits lih ” (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417)
Ada tambahan “fii ‘Aliyyin” dari teks asli Al-Qur’an yang berbunyi :
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ [البقرة/23]
“wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fa`tu bi shuratim mim mits lih” (Al-Baqarah:23)
Karena itu mereka meyakini bahwa : Abu Abdillah a.s (imam Syi’ah) berkata: “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah yang tebalnya 3 kali lipat Al-Qur’an yang kita miliki (lihat kitab Syi’ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy). Satu huruf saja dalam Al-Qur’an kita ragukan, maka kita telah keluar dari islam. Bagaimana dengan keseluruhan Al-Qur’an. Seluruh sekte atau aliran sesat dalam islam mengakui keabsahan Al-Qur’an namun mereka mempermainkan tafsirannya, hanya syiah saja yang meragukan Al-Qur’an. Kesesatan mana lagi yang jauh lebih kufur dari syiah. 

4. Syi’ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244).

5. Syi’ah menggunakan senjata “taqiyyah” yaitu berbohong,
dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil Ushul Juz II hal.217).

6. Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah ( Reinkarnasi )yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.

7. Syi’ah percaya kepada Al-Bada’, yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman Ismail (yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja’far As-Shadiq, tetapi kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf / lupa, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga). Na’udzubillahi min dzalik

8.Syi’ah membolehkan “nikah mut’ah”, yaitu nikah kontrak dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang periwayat Ali bin Abi Thalib sendiri.

Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut’ah dan nikah sunni (syar’i) :
  1. Nikah mut’ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
  2. Nikah mut’ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia.
  3. Nikah mut’ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya.
  4. Nikah mut’ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang.
  5. Nikah mut’ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.
  6. Nikah mut’ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Dalil-Dalil Haramnya Nikah Mut’ah
Haramnya nikah mut’ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga pendapat para ulama dari 4 madzhab.
Dalil dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma’bad Al-Juhaini, ia berkata: “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: “Ada selimut seperti selimut”. Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berpidato diantara pintu Ka’bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda,

« يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِى الاِسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَىْءٌ فَلْيُخَلِّ سَبِيلَهُ وَلاَ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا ».

“Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut’ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah ‘azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut’ah sampai Hari Kiamat. (Shahih Muslim II/1024)

Dalil hadits lainnya:

أَنَّ عَلِيًّا – رضى الله عنه – قَالَ لاِبْنِ عَبَّاسٍ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ . رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ فِى الصَّحِيحِ

Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71)

Pendapat Para Ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:
  • Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: “Nikah mut’ah ini bathil menurut madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada’i Al-Sana’i fi Tartib Al-Syara’i (II/272) mengatakan, “Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah mut’ah”.
  • Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, “hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut’ah mencapai peringkat mutawatir” Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan, “Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil.”
  • Dari Madzhab Syafi’, Imam Syafi’i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, “Nikah mut’ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan.” Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu’ (XVII/356) mengatakan, “Nikah mut’ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.”
  • Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni (X/46) mengatakan, “Nikah Mut’ah ini adalah nikah yang bathil.” Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah haram.
Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi’ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi’ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama “Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait”, sementara pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih.

Rujukan:
1. Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Dirasat fil ahwa wal firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minha.
2. Drs. KH Dawam Anwar dkk, Mengapa Kita menolak Syi’ah.
3. H. Hartono Ahmad Jaiz, Di Bawah Bayang-bayang Soekarno-Soeharto.
4. Abdullah bin Sa’id Al-Junaid, Perbandingan antara Sunnah dan Syi’ah.
5. Dan lain-lain, kitab-kitab karangan orang Syi’ah.