SUDAH BENARKAH TAUHID KITA ( 2 )
TAUHID ULUHIYYAH
Tauhid uluhiyah adalah
mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang
disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut,
tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut)
inabah (kembali/taubat) dan segala sesuatu yang disandarkan sebagai
bentuk peribadahan. Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai
rasul yang pertama hingga yang terakhir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah thaghut itu'." [An-Nahl : 36]
"Artinya : Dan Kami tidak mengutus
seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya
tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan
Aku'." [Al-Anbiya' : 25]
Dan diwahyukan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam secara khusus:
"Artinya : Katakanlah,
'Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyem-bah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama'." [Az-Zumar : 11]
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam sendiri bersabda:
"Artinya : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
"Artinya : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
Disebut tauhid uluhiyyah,
karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya,
"Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah). Juga
disebut "tauhid ibadah", karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba)
yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka
kepadanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, "Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah
tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tidak memiliki bandingan yang dapat
dikias-kan, tetapi dari sebagian segi mirip dengan kebutuhan jasad kepada
makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan
mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak bisa
baik kecuali dengan Allah yang tiada Tuhan selainNya. Ia tidak bisa tenang di
dunia kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan
kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung lama, tetapi akan
berpindah-pindah dari satu macam ke macam yang lain, dari satu orang kepada
orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia dibutuhkan setiap saat dan setiap waktu,
di mana pun ia berada maka Dia selalu bersamanya."
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. [An-Nisa': 48, 116]
"Artinya : ...Seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." [Al-An'am : 88]
"Artinya : Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." [Az-Zumar : 65]
Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". [An-Nisa': 36]
"Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." [Al-Isra': 23].
"Artinya : Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak …'." [Al-An'am : 151] (kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan )
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. [An-Nisa': 48, 116]
"Artinya : ...Seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." [Al-An'am : 88]
"Artinya : Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." [Az-Zumar : 65]
Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". [An-Nisa': 36]
"Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." [Al-Isra': 23].
"Artinya : Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak …'." [Al-An'am : 151] (kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan )
Maka dari itu seluruh amal
perbuatan yang bersifat ubudiyyah ( peribadatan ) tidak akan diterima oleh
Allah kecuali dengan tauhid yang benar. Seperti halnya orang-orang musyrikin
yang menyembah berhala dan pada hakekatnya mereka pun bertujuan beribadah
kepada Allah namun mereka tidak mentauhidkan Allah maka amalannya tertolak.
Karenanya Allah telah berfirman:
Dan siapakah yang lebih sesat daripada
orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat
memperkenankan (do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari
(memperhatikan) do'a mereka. [Al Ahqaf:5].
Begitulah Allah mensifati
orang yang menyembah berhala dan berdo’a kepada selain Allah, mereka
bertawassul kepada patung-patung, berhala, kuburan orang-orang shalih seperti
yang dilakukan pada zaman Nabi Nuh alaihis salam.
Dan merupakan syarat
diterimanya suatu ibadah adalah:
1.
Ikhlas
Maksudnya
ialah mengikhlaskan seluruh amal ibadah kita hanya untuk Allah bukan yang lain.
Syarat ini adalah syarat mutlaq karena yang memberi pahala hanyalah Allah, jika
kita tidak mengikhlaskan untuk Allah, lantas siapa yang akan memberi anda
pahala. sebagaimana
firman Allah,
“Hanyalah bagi Allah agama
yang murni”. (QS. Az-Zumar : 3).
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidaklah mereka itu
diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas menjalankan
agama untuk-Nya semata-mata, berdiri lurus dan menegakkan shalat serta
menunaikan zakat dan yang sedemikian itulah agama yang benar."
(al-Bayyinah: 5)
dan dalam hadits qudsiy Allah berfirman:
Rasulullah bersabda: Allah
berfirman “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada syarikat ( sekutu ), maka
barangsiapa yang beramal suatu amalan untuku lantas ia mensyerikatkan amalannya
tersebut (juga) kepada selainKu maka Aku berlepas diri darinya dan ia untuk
yang dia syarikatkan” (HR. Ibnu Majah 2/1405 no. 4202, dan ia adalah hadits
yang shahih, sebagaimana perkataan Syaikh Abdul Malik Ar-Romadhoni, adapun lafal
Imam Muslim (4/2289 no 2985) adalah, “aku tinggalkan dia dan kesyirikannya”)
2.
Ittiba’
Yang
dimaksud dengan ittiba adalah beribadah sesuai apa yang Rasulullah ajarkan
padanya, Allah berfirman:
“ …apa-apa yang diberikan
Rasul kepadamu, ambillah, dan apa-apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah… “ (
Al-Hasyr : 7 )
Katakanlah ( wahai
muhammad ): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Ali
Imran : 31 )
"Dan sesungguhnya di
dalam pribadi Rasulullah itu merupakan ikutan -teladan- yang baik bagimu semua,
juga bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir."
(al-Ahzab: 21)
Dan
Rasulullah bersabda:
Dari Abu Najih al-'Irbadh
bin Sariyah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. pernah memberikan wejangan
kepada kita semua, yaitu suatu wejangan yang mengesankan sekali, hati dapat
menjadi takut karenanya, air matapun dapat bercucuran. Kami ( para sahabat ) lalu
berkata: "Ya Rasulullah, seolah-olah itu adalah wejangan seorang yang
hendak bermohon diri. Oleh sebab itu, berilah wasiat kepada kita semua!"
Beliau s.a.w. bersabda: "Saya berwasiat kepadamu semua, hendaklah engkau
semua bertaqwa kepada Allah, dan mendengar dan mentaati ulil amri ( pemerintah
) sekalipun yang memerintah atasmu itu seorang budak Habsyi. Karena
sesungguhnya, barangsiapa yang masih hidup panjang -berumur panjang- diantara
engkau semua itu ia akan melihat berbagai perselisihan yang banyak sekali. Maka
dari itu hendaklah engkau semua mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah
Arrasyidun yang memperoleh petunjuk , gigitlah ia dengan gigi-gigi gerahammu
yakni pegang teguhlah itu sekuat-kuatnya. Jauhilah olehmu semua dari melakukan
perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya segala sesuatu
kebid'ahan itu adalah sesat." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan
Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
Dari
nash di atas, jelaslah bagi kita untuk mengikuti apa yang diajarkan dan
diperintahkan Rasul kepada kita dan meninggalkan apa yang ditinggalkannya, dan
tidak boleh bagi kita untuk mebuat dan melakukan cara-cara baru dalam beribadah
yang Allah dan RasulNya tidak pernah mengajarkannya karena itu sia-sia belaka,
kita beribadah tetapi tidak ada landasannya maka ia tertolak, sebagaimana
ancaman Rasulullah, beliau bersabda:
“ barangsiapa yang beramal
suatu amalan yang bukan dari kami maka amalan itu tertolak “ ( HR. Muslim )
“ barangsiapa yang mebuat
perkara baru yang bukan berasal dari urusan kami ( agama islam ) maka ia (
amalan itu ) tertolak.” ( HR. bukhari )
Kedua
syarat di atas adalah harga mati bagi kita, jika satu saja tidak kita penuhi
maka apapun amalan kita akan menjadi sia-sia. Jika kita beribadah dengan ikhlas
namun tidak ittiba’ maka kita berbuat sesuatu yang menyelisihi sunnah, jika
kita beribadah sesuai sunnah rasulullah namun tidak ikhlas karena Allah maka
ibadah kitapun tertolak, maka dari itu ikhlas dan ittiba’ haruslah bersandingan
tidak bisa dipisahkan. Itulah barometer ibadah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jika komentar berbau sara dan provokasi, kami akan menghapusnya