Senin, 16 Juli 2012

MENYOAL BERMAAF-MAAFAN & SMS-AN SERTA ZIARAH KUBUR SEBELUM RAMADHAN




Bismillah,
Dari Sa'id bin Musayyab Radhiyallahu anhu, bahwa ia melihat seseorang mengerjakan lebih dari dua rakaat shalat setelah terbit fajar. Lalu beliau melarangnya. Maka orang itu berkata, "Wahai Sa'id, apakah Allah akan menyiksa saya karena shalat?", lalu Sa'id menjawab :"Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyalahi sunnah"
[SHAHIH. HR Baihaqi dalam "As Sunan Al Kubra" II/466, Khatib Al Baghdadi dalam "Al Faqih wal mutafaqqih" I/147, Ad Darimi I/116].

Imam al Auza'i rahimahullah (wafat 157H) berkata : kamu berpegang kepada Salafush Shalih meskipun orang menolaknya dan jauhkanlah diri kamu dari pendapat meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataannya indah.” [Imam al
as-Syariah I/445 no. dishahihkan oleh al Mukhtashar al-Uluw Dzahaby hal. 138, Siyar Alaam Nubalaa VII/120

Berangkat dari atsar di atas, saya termotivasi untuk menerangkan masalah yang akan kita bahas kali ini. Rekan2 fillah, seperti yang sudah biasa kita saksikan dimana-mana, bahwa menjelang bulan Ramadhan, kuburan dimana2 penuh orang, jalanan disekitar kuburan macet karena penuhnya orang2 yang berziarah. Juga kita lihat dijaman sekarang, saling sms untuk saling bermaaf2an. Atau bersilaturahmi diantara mereka. Biasanya mereka yang melakukan hal2 tersebut diatas, selain karena sudah terbiasa dengan perkara adat/urf, namun ternyata sebagian diantara mereka mendasarkan perbuatannya pada hadits Maudhu'/palsu yang terjemahannya seperti ini :

"Ketika Rasullullah sedang berhotbah pada suatu Sholat Jum'at (dalam bulan Sya'ban), beliau mengatakan Aamin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Aamin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Aamin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Aamin sampai tiga kali. Ketika selesai sholat Jum'at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: "Ketika aku sedang berhotbah, datanglah Malaikat Zibril dan berbisik, hai Rasullullah aamin-kan do'a ku ini,"
jawab Rasullullah Do'a Malaikat Zibril itu adalah sbb: "Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1.Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2.Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami istri;
3.Tidak berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Maka Rasulullah pun mengatakan Aamin sebanyak 3 kali".

Maka lafazh hadits seperti tersebut di atas tidak terdapat dalam kitab2 hadits para ulama hadits. Hadits diatas adalah Maudlu/Palsu, bahkan hadits ini tidak ada asal usulnya. Para ulama ahli hadits telah mengerahkan segenap kemampuannya untuk meneliti sanad hadits ini namun tidak ditemukan satupun sanad dalam hadits ini, siapa yang meriwayatkan, dan di kitab apa ia termaktub. Apa sih hadits tidak ada asal-usulnya,,? Jawabannya adalah ia merupakan hadits yang tidak jelas siapa yang meriwayatkan dari satu rawi ke rawi yang lain hingga sampai kepada Rasulullah, hingga sanadnya bukan hanya cacat akan tetapi tidak jelas, kesimpulannya adalah ia merupakan perkataan orang yang tidak diketahui siapa yang membuatnya dan kalo ia disandarkan kepada hadits maka derajatnya lebih rendah dari hadits palsu, karena sepalsu-palsunya hadits, masih diketahui sanadnya alias siapa yang membuatnya meskipun yang meriwayatkan adalah seorang kadzdzab ( pendusta besar ). Sebagai contoh perkataan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, perkataan ini sangat masyhur namun tidak pernah diketahui siapa yang mebuatnya pertama kali. Memang dari Ramadhan ke Ramadhan masalah ini sering sekali ditanyakan, dan hadits yang ditanyakan, bisa didapatkan dalam kitab "Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ditulis oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid." Namun setelah diperhatikan dan di perbandingkan dengan hadits palsu diatas, ternyata redaksi lafazh dan maksudnya jauh berbeda. Adapun Hadits yang derajatnya Shahih dan semakna dengan riwayat al-Bazzar juga diriwayatkan oleh ulama ahlus Sunnan yang lain.
Dan untuk lebih jelasnya, makna hadits shahih tersebut adalah sebagai berikut :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu juga, (bahwasanya) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya : "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?" Beliau bersabda. "Sesungguhnya Jibril 'Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin...."

Hadits tersebut di atas diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin. [Disalin dari Sifat Puasa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, hal. 27-28, Pustaka Al-Haura.] Yang lebih lengkap lagi dari lafadz hadts shahih tersebut sebagaimana yg termaktub dalam kitab,"Birrul Walidain" oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 44-45 terbitan Darul Qalam.

"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya. "Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad celakalah seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi, 'Celakalah seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah ( maksudnya menyia-nyiakan puasanya ) dan katakanlah amin!', maka aku berkata : 'Amin'. Kemudian
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi. 'Celakalah seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin".

[Hadits SHAHIH Riwayat Bazzar dalam Majma'uz Zawaid 10/1675-166, Hakim 4/153 dishahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi dari Ka'ab bin Ujrah,diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644 (Shahih Al-Adabul Mufrad No. 500 dari Jabir bin Abdillah)]

Dengan demikian, hadist shahih diatas tidak ada hubungan dengan keharusan
bermaafan sebelum puasa Ramadhan. Silakan cermati baik-baik hadits palsu di atas dengan hadits shahihnya, bagi orang yang berakal pasti menemukan jawabannya.
Syaikh utsaimin pernah mengatakan: “Memaafkan merupakan ciri utama orang beriman yang sedang menuju taqwa. Meminta maaf adalah perilaku terbaik seseorang yang pernah bersalah untuk menuju taubatan nasuha. Meminta maaf dan memaafkan seseorang dapat dilakukan kapan saja, dan tidak ada tuntunan syari'at harus dikumpulkan dulu dan menunggu sampai menjelang bulan Ramadhan. Akan tetapi mengambil momen suatu waktu untuk bermaafan, maka ini diperbolehkan.” Demikian pula jika ini hanya berkenaan dengan masalah adat semata, tidak dikaitkan keyakinan2 tertentu atau tidak di maksudkan untuk mengamalkan hadits palsu diatas, maka hal ini dibolehkan.”
karena boleh jadi, itulah waktu terbaik/tercepat bagi kita sekarang sebelum mati menjemput. Didalam masalah ini memang kerap terjadi simpang siur dalam memahami duduk persoalan, karena itu mari kita runut pointnya secara jelas agar tidak ada syubhat dan fitnah yang terlontar kemana-mana. diantaranya :

1.  Meminta maaf itu perkara yg indah dan baik dalam agama, tidak boleh ada yg mngatakan jelek. disebut baik adalah karena ia mempunyai dalil. Perhatikan  dalilnya:

 “Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449)

2. Dari dalil tersebut, jelas pula bahwa permintaan maaf dilakukan terutama bila kita mengetahui ADA KEZALIMAN yang pernah kita perbuat. Akan tetapi para ulama juga membolehkan bila kita meminta maaf pada seorang yang kita kenal karena kuatir ada hal-hal yang membuat dia tersakiti tapi kita tidak  menyadarinya. Ini berlaku hanya untuk orang yang kita kenal loh!. Sebab adalah perkara yang kurang waras meminta maaf kepada orang tidak kita kenal (sebagaimana tradisi diseputar Ramadhandan hari raya ied).

3. Jadi jika meminta maaf karena ada alasan yang jelas, ini perkara yang ahsan( baik). Lalubagaimana jika ini diletakkan selalu sebelum maupun sesudah Ramadhan?. Nah! Inipun tetap ada perinciannya.berikut rinciannya:

3.1 Jika meminta maaf ini dilakukan berdasar hadist bo'ong2an yang bunyi lafazhnya seperti hadits palsu di atas, maka inilah KESALAHAN FATAL yg dimaksud. Sebab, mendasarkan dan mempercayai suatu amal kepada hadist palsu akan menciptakan syari'at palsu.., lalu apa sebutan Nabi terhadap syariat palsu? Silahkan dijawab sendiri.

3.2 Jika meminta maaf karena memang kita baru tersadar akan kesalahan menjelang atau setelah Ramadhan, maka -meminta maaf- ini tidak mengapa. Bahkan bila kita baru menyadari dekatnya kematian, momennya kebetulan juga pas Ramadhan, maka tidak mngapa kita meminta maaf pada orang yang pernah kita zalimi.

3.3 Jika kita meminta maaf karena ikut-ikutan saja, dan bukan karena mau mengamalkan hadist maudhu diatas, maka ini menyelisihi prinsip para salaf dimana mereka tidak beramal dan berkata kecuali dengan ilmu. Padahal berilmu itu adalah sebelum berkata dan beramal.

3.4 Jika kita meminta maaf menjelang Ramadhan karena menganggap ini adat, maka ketahuilah; sesuatu yg mulanya bukan syariat –baik itu adat, ceremony, dsb- tapi jika diikatkan kepada suatu syariat (di-muqoyyad-kan) maka jadilah ia bagian dari syariat. Misal ucapan "shadaqallohul adziim" ketika selesai membaca Qur'an. bacaan "shadaqallohul adziim" ini adalah kalimat yg haq, akan tetapi jika dianggap menjadi penutup tilawah yang disunnahkan, maka ini adalah tambahan yang tidak pernah dikenal oleh para salaf. (Itupun kalau dianggap adat, padahal
perlu dibedakan antara adat dengan syariat, adat itu tidak ada didalamnya
kepercayaan/keyakinan tentang pahala dan dosa, misal bentuk rumah adat, bentuk masakan adat dsb) Nah! Jadi intinya dilihat dulu alasan yang melatar belakangi kita meminta maaf, dan yang benar, adalah kita meminta maaf bukan karena menjelang Ramadhan-nya, tapi karena memang kita berbuat salah.

Kesimpulannya; meminta maaf itu dilatar belakangi “kesalahan” bukan dilatar belakangi “waktu”. Inilah yg diajarkan syariat. Tentunya dengan tulus ikhlas, tidak hanya sekedar basa-basi, seremonial atau gengsi saja. Marilah gunakan waktu hidup yang pendek ini dengan sebaik-baiknya. Untuk lebih lengkapnya silahkan merujuk kepada kitab-kitab yang telah di terjemahkan ke bahasa Indonesia yg dimaksud diatas.
Demikian, semoga bermanfa'at. kurang lebihnya mohon ma'af. Wallaahu a'lamu bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika komentar berbau sara dan provokasi, kami akan menghapusnya