Kamis, 05 April 2012

SUDAH BENARKAH TAUHID KITA ( 2 )



SUDAH BENARKAH TAUHID KITA ( 2 )

TAUHID ULUHIYYAH
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut)  inabah (kembali/taubat) dan segala sesuatu yang disandarkan sebagai bentuk peribadahan. Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir.  Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu'." [An-Nahl : 36]
"Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." [Al-Anbiya' : 25]
Dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam secara khusus:
"Artinya : Katakanlah, 'Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyem-bah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama'." [Az-Zumar : 11]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri bersabda:

"Artinya : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
Disebut tauhid uluhiyyah, karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya, "Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah). Juga disebut "tauhid ibadah", karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepadanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tidak memiliki bandingan yang dapat dikias-kan, tetapi dari sebagian segi mirip dengan kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak bisa baik kecuali dengan Allah yang tiada Tuhan selainNya. Ia tidak bisa tenang di dunia kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung lama, tetapi akan berpindah-pindah dari satu macam ke macam yang lain, dari satu orang kepada orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia dibutuhkan setiap saat dan setiap waktu, di mana pun ia berada maka Dia selalu bersamanya."

Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. [An-Nisa': 48, 116]

"Artinya : ...Seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." [Al-An'am : 88]

"Artinya : Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." [Az-Zumar : 65]

Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". [An-Nisa': 36]

"Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." [Al-Isra': 23].

"Artinya : Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak …'." [Al-An'am : 151] (kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan )
Maka dari itu seluruh amal perbuatan yang bersifat ubudiyyah ( peribadatan ) tidak akan diterima oleh Allah kecuali dengan tauhid yang benar. Seperti halnya orang-orang musyrikin yang menyembah berhala dan pada hakekatnya mereka pun bertujuan beribadah kepada Allah namun mereka tidak mentauhidkan Allah maka amalannya tertolak. Karenanya Allah telah berfirman:
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka. [Al Ahqaf:5].
Begitulah Allah mensifati orang yang menyembah berhala dan berdo’a kepada selain Allah, mereka bertawassul kepada patung-patung, berhala, kuburan orang-orang shalih seperti yang dilakukan pada zaman Nabi Nuh alaihis salam.
Dan merupakan syarat diterimanya suatu ibadah adalah:
1.       Ikhlas
Maksudnya ialah mengikhlaskan seluruh amal ibadah kita hanya untuk Allah bukan yang lain. Syarat ini adalah syarat mutlaq karena yang memberi pahala hanyalah Allah, jika kita tidak mengikhlaskan untuk Allah, lantas siapa yang akan memberi anda pahala. sebagaimana firman Allah,
“Hanyalah bagi Allah agama yang murni”. (QS. Az-Zumar : 3).
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas menjalankan agama untuk-Nya semata-mata, berdiri lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat dan yang sedemikian itulah agama yang benar." (al-Bayyinah: 5)

dan dalam hadits qudsiy Allah berfirman:
Rasulullah bersabda: Allah berfirman “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada syarikat ( sekutu ), maka barangsiapa yang beramal suatu amalan untuku lantas ia mensyerikatkan amalannya tersebut (juga) kepada selainKu maka Aku berlepas diri darinya dan ia untuk yang dia syarikatkan” (HR. Ibnu Majah 2/1405 no. 4202, dan ia adalah hadits yang shahih, sebagaimana perkataan Syaikh Abdul Malik Ar-Romadhoni, adapun lafal Imam Muslim (4/2289 no 2985) adalah, “aku tinggalkan dia dan kesyirikannya”)

2.       Ittiba’
Yang dimaksud dengan ittiba adalah beribadah sesuai apa yang Rasulullah ajarkan padanya, Allah berfirman:
“ …apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, ambillah, dan apa-apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah… “ ( Al-Hasyr : 7 )
Katakanlah ( wahai muhammad ): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,ikutilah  aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Ali Imran : 31 )
"Dan sesungguhnya di dalam pribadi Rasulullah itu merupakan ikutan -teladan- yang baik bagimu semua, juga bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir." (al-Ahzab: 21)
Dan Rasulullah bersabda:
Dari Abu Najih al-'Irbadh bin Sariyah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. pernah memberikan wejangan kepada kita semua, yaitu suatu wejangan yang mengesankan sekali, hati dapat menjadi takut karenanya, air matapun dapat bercucuran. Kami ( para sahabat ) lalu berkata: "Ya Rasulullah, seolah-olah itu adalah wejangan seorang yang hendak bermohon diri. Oleh sebab itu, berilah wasiat kepada kita semua!" Beliau s.a.w. bersabda: "Saya berwasiat kepadamu semua, hendaklah engkau semua bertaqwa kepada Allah, dan mendengar dan mentaati ulil amri ( pemerintah ) sekalipun yang memerintah atasmu itu seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa yang masih hidup panjang -berumur panjang- diantara engkau semua itu ia akan melihat berbagai perselisihan yang banyak sekali. Maka dari itu hendaklah engkau semua mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah Arrasyidun yang memperoleh petunjuk , gigitlah ia dengan gigi-gigi gerahammu yakni pegang teguhlah itu sekuat-kuatnya. Jauhilah olehmu semua dari melakukan perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya segala sesuatu kebid'ahan itu adalah sesat." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
Dari nash di atas, jelaslah bagi kita untuk mengikuti apa yang diajarkan dan diperintahkan Rasul kepada kita dan meninggalkan apa yang ditinggalkannya, dan tidak boleh bagi kita untuk mebuat dan melakukan cara-cara baru dalam beribadah yang Allah dan RasulNya tidak pernah mengajarkannya karena itu sia-sia belaka, kita beribadah tetapi tidak ada landasannya maka ia tertolak, sebagaimana ancaman Rasulullah, beliau bersabda:
“ barangsiapa yang beramal suatu amalan yang bukan dari kami maka amalan itu tertolak “ ( HR. Muslim )
“ barangsiapa yang mebuat perkara baru yang bukan berasal dari urusan kami ( agama islam ) maka ia ( amalan itu ) tertolak.” ( HR. bukhari )
Kedua syarat di atas adalah harga mati bagi kita, jika satu saja tidak kita penuhi maka apapun amalan kita akan menjadi sia-sia. Jika kita beribadah dengan ikhlas namun tidak ittiba’ maka kita berbuat sesuatu yang menyelisihi sunnah, jika kita beribadah sesuai sunnah rasulullah namun tidak ikhlas karena Allah maka ibadah kitapun tertolak, maka dari itu ikhlas dan ittiba’ haruslah bersandingan tidak bisa dipisahkan. Itulah barometer ibadah kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika komentar berbau sara dan provokasi, kami akan menghapusnya